Rabu, 26 Juni 2013

Resensi Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari


TUGAS AKHIR MEMBACA KOMPREHENSIF
Dosen Pengampu : M. Fakhrur Saifudin, M. Pd.
RESENSI

Nama              : Arischa Satomi
NIM                : A310120014
Kelas               : A

1.        Judul Resensi      : Kisah Hidup Seorang Penari Ronggeng

2.        Identitas Novel

 

Judul                    : Ronggeng Dukuh Paruk

Penulis                  : Ahmad Tohari                                                     
Penerbit                : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit         : 1982
Kota Terbit           : Jakarta
Tebal Buku           : 408 halaman
Harga Buku          : Rp 65.000
 

3.        Pendahuluan
a.    Biografi Pengarang
Ahmad Tohari adalah sastrawan  yang terkenal dengan novel triloginya Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis pada tahun 1981. Belum lama ini beliau dianugerahi PWI Jateng Award 2012 dari PWI Jawa Tengah karena karya-karya sastranya yang dinilai mampu menggugah dunia. Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Bnayumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948. Ahmad Tohari menamatkan SMA di Purwokerto. Setelah itu beliau menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).
Ahmad Tohari sudah banyak menulis novel, cerpen, dan secara rutin pernah mengisi kolom Resonansi di harian Republika. Karya-karya Ahmad Tohari juga telah diterbitkan dalam berbagai bahasa seperti bahasa Jepang, Tionghoa, Belanda dan Jerman. Novel Ronggeng Dukuh Paruk bahkan pernah beliau terbitkan  dalam versi bahasa Banyumasan yang kemudian mendapat perhargaan  Rancage dari Yayasan Rancage, Bandung pada tahun 2007. Cerpennya berjudul “ Jasa-jasa buat Sanwirya” pernah mendapat hadiah hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep. Sedangkan novelnya Kubah yang diterbit pada tahun 1980 berhasil memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama pada tahun 1980.
Beberapa waktu lalu novel triloginya, Ronggeng Dukuh Paruk diadaptasikan ke layar lebar dengan judul Sang Penari. Menurutnya di film ini sang sutradara  di beberapa bagian lebih berani menggambarkan apa yang ia sendiri tidak berani menggambarkannya. Ia pun ikut larut dalam emosi film ini meski endingnya tidak setragis versi novel. Beberapa karya Ahmad Tohari sebagai berikut : Kubah (novel, 1980), Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982), Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985), Jantera Bianglala(novel, 1986), Di Kaki Bukit Cibalak(novel, 1986), Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989), Berkisar Merah(novel, 1993), Lingkar Tanah Lingkar Air(novel, 1995), Nyanyian Malam(kumpulan cerpen, 2000), Belantik(novel, 2002), Orang Orang Proyek(novel, 2002), Rusmi Ingin Pulang(kumpulan cerpen, 2004), dan Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan(novel bahasa jawa, 2006).
b.   Jenis Novel
          Novel “ Ronggeng Dukuh Paruk” ini termasuk jenis fisik. Dalam novel ini menceritakan tentang seorang Ronggeng atau Penari dari Dukuh Paruk yang bernama srintil. Dukuh Paruk adalah sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin. Namun, segenap warganya memiliki suatu kebanggaan tersendiri karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan hidupnya.


4.        Isi Resensi
a.    Sinopsis
Dukuh paruk merupakan sebuah dukuh yang kecil dan menyendiri. Dukuh paruk mempunyai seorang moyang yang dulunya sebagai bromocorah tetapi setelah meninggal orang-orang dukuh paruk pun memuja kuburanya. Bahkan kuburanyapun menjadi kiblat kebatinan mereka. Serintil merupakan seorang gadis kecil yang berumur sebelas tahun yang mempunyai masa lalu yang menyedihkan, akan tetapi Serintil mempunyai suatu kelebihan yang tak jarang dimiliki oleh orang-orang yaitu menari selayaknya seorang ronggeng. Suatu ketika ada tiga anak laki-laki sedang mencabut sebatang singkong di tanah kapur mereka adalah Rasus, Warta dan Dasun setelah singkongnya telah tercabut mereka pun sibuk mengupasinya dengan gigi mereka, seketika itu mereka melihat Serintil yang sedang asik menari sambil mendendang beberapa buah lagu kebangsaan Ronggeng lalu mereka pun menghampiri serintil dan ikut menari bersamanya.
Sakarya adalah kakeknya Serintil beliau sangat menyangi Serintil apalagi semenjak meninggalnya orang tua Serintil, kakeknyalah yang merawatnya. Pada waktu itu Sakarya pun mengikuti gerak-gerik Serintil ketika menari, sungguh sangat bangganya ketika melihat Serintil menari. Dan kakeknya pun berpendapat bahwa serintil telah dirasuki oleh Indang Ronggeng.
Lalu keesokan harinya Sakarya menemui Kertareja seorang dukun Ronggeng didukuh Paruk. Mereka pun membicarakn kepandaian Serintil dalam menyanyi dan menari Ronggeng. Namun beberapa hari kemudian Sakarya dan Kartareja selalu mengintip Serintil ketika menari dibawah pohon nangka. Lalu Sakarya pun menyerahkan Serintil kepada Kertareja itu merupakan salah satu syarat dukuh paruk yang mengatur perihal seorang calon Ronggeng .
Sudah dua belas tahun Ronggeng Dukuh Paruk telah mati adapun perkakas-perkakas yang selama ini mengiringi pementasan Ronggeng pun hampir rusak akan tetapi masih bisa digunakan, dan kini mulai mempersiapkan pementasan Ronggeng lagi setelah dua belas tahun telah hilang dan kini yang menjadi penari adalah Serintil, Serintil pun didandani oleh Nyi Kertareja selayaknya seorang Ronggeng dan tidak lupa Nyi Kertareja meniup matera pekasi keubun-ubun Serintil matera yang berkasiat memberikan suatu aura kecantikan dari yang sebenarnya. Dan beberapa susuk emas dipasang oleh Nyai Sakarya di tubuh Serintil.
Bukan main senangnya hati masyarakat Dukuh Paruk ketika mendengar Kertareja bersuara akan melakukan pertunjukan Ronggeng. Lalu Serintil pun mulai melenggak-lenggok di atas panggung selayaknya apa yang dilakukan para Ronggeng dipentas pertunjukan bahkan Serintil pun mempertunjukan kemampuan menarinya yang sangat propesional dan melantunkan gerak-gerik yang secara umum sulit dilantunkan oleh penari-penari Ronggeng lainnya.      Kini pun Rasus menyadari bahwa dia pun kini semakin kurang diperhatikan oleh Serintil, akhirnya beberapa cara pun dilakukanya untuk mendapatkan kembali perhatianya Serintil, Rasus pun mencoba memberikan buah pepaya hasil curian dari ladang tetangganya, akan tetapi Serintil pun hanya memberikan sebuah ucapan terimakasih itu pun sangat menyakitkan. Lalu Rasus pun memberikan sebuah keris kyai jaran Guyang.
Di desa Dawuan, tempat pemuda Rasus mengasingkan diri, dia banyak merenung. Bayangan Srintil sebagai orang bayang-bayang Emaknya yang melebur dalam diri Srintil memintanya untuk menjadi suaminya, maka dengan tegas Rasus menolak. Karena rasus sudah memutuskan bahwa biarlah dia mengalah dan biarlah serintil menjadi milik orang banyak, menjadi ronggeng kebanggaan Dukuh Paruk.
Unsur Intrinsik
1)      Tema
Tema yang terdapat dalam novel ini adalah kebudayaan. Sebuah budaya Ronggeng yang dimiliki sebuah kampung bernama Dukuh Paruk.
2)   Tokoh dan Penokohan
a)        Tokoh Utama
Srintil adalah perempuan cantik berperawakan menarik digambarkan sebagai simbol perempuan yang seumpama fisiknya yang dianggap sebagai titisan dari Ki Secamanggala.
Rasus seorang pemuda tentara yang mencoba mengangkat harkat dan martabat rakyat dukuh paruk. Walaupun dia seorang tentara yang semestinya memiliki sifat kuat, kokoh, jauh dari melankolisme. Tapi ini sebaliknya di balik baju lorengnya sebenarnya dia itu rapuh dan hatinya rapuh.
b)       Tokoh Bawahan
·      Nenek Rasus, memiliki sifat penyayang, sabar dan pikun.
·      Sakarya, (kakek srintil) sifat kolot, keras, dan penyayang.
·      Nyai Sakarya, (nenek srintil) yang mempunyai sifat penyayang, penyabar dan peduli kepada orang lain (tetangga), namun dia tetap tunduk pada nasibnya sebagai rakyat kecil.
·      Ki Kertareja, sifat kolot, keras, penyayang, dan licik.
·      Nyai Kertareja, materialistis, pandai membujuk dan licik.
·      Goder, anak angkat srintil.
·      Tamir, laki-laki hidung belang yang datang dari jakarta dalam pekerjaannya pengukuran tanah untuk pembuatan jalan di Dukuh Paruk Pecikalan. Dia seorang petualang perempuan yang patah hati oleh srintil.
·      Bajus, bujang tua yang baik kepada srintil namun jauh dari perkiraan. Srintil sempat akan dijadikannya umpan demi proyek tendernya lolos.
·      Darman, aparat kepolisian yang membantu maksud dan tujuan Marsuni kepada Srintil demi satu truk kayu bakar.
·      Pak Blengur, bos besar pemegang tender pembuatan jalan, jembatan dan gedung bupati (majikan Bajus), lelaki petualang cinta dari satu perempuan ke perempuan lainnya namun terketuk hati dan kesadarannya karena Srintil.
·      Lurah Pecikalan (kepala desa), bijaksana dan peduli akan penduduknya.
·      Kepala Bangsal Rumah Sakit Jiwa, orang yang menerima Srintil saat masuk ke rumah sakit jiwa.
·      Babah Gemuk, orang yang membagikan uang ganti rugi kepada masyarakat Dukuh Paruk karena terkena gusuran pembuatan jalan.
3)   Latar
a)      Latar Tempat
·      Dukuh Paruk. Hal ini dibuktikan dengan petikan berikut “ Dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan. Konon, moyang semua orang Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala,…..”.
·      Pasar Dawuan terlihat dari petikan berikut “ Dawuan, tempatku menyingkir dari Dukuh Paruk, terletak di sebelah kota kecamatan. Akan terbukti nanti, pasar Dawuan merupakan tempat melarikan diri yang tepat.
b)     Latar Waktu
·      Musim kemarau pada petikan berikut “ Namun kemarau belum usai. Ribuan hektar sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang.
·      Tahun 1946 terlihat pada petikan “ Seandainya ada seorang Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat mengira-ira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946,….”.
·      Tahun 1960 terlihat pada petikan “ Tahun 1960 wilayah Kecamatan Dawuan tidak aman. Perampokan dengan kekerasan senjata sering terjadi,….”.
·      Sore hari : “ Demikian, sore itu Srintil menari dengan mata setengah tertutup”.
·      Malam hari : “Pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk keluar halaman.
4)   Alur
Alur yang digunakan dalah alur campuran. Ceritanya terkadang melaju ke masa depan, namun juga mengulas masa lalu. Menurut saya alur dalam novel ini meloncat-loncat.
5)   Sudut Pandang
Sudut pandang pengarang dalam novel ini adalah sebagai orang pertama serba tahu, karena tokoh Rasus yang dibuat seolah tahu semua hal yang terjadi pada semua tokoh lainnya yang terdapat dalam novel ini.
6)   Amanat
a)      Sebagai seorang wanita harus dapat menjaga kesuciannya atau keperawanannya sebelum menikah.
b)      Manusia hendaknya percaya akan adanya Tuhan dan jangan percaya pada hal-hal yang negatif atau tahayul.
c)      Keterbatasan hanya pada satu pemahaman tidak akan membuat kemajuan yang lebih pada kehidupan.
d)     Selalu tabah dalam menjalani hidup dengan ikhlas.
b.   Perbandingan Novel
Novel “ Ronggeng Dukuh Paruk” dan Novel “ Bekisar Merah” karya Ahmad Tohari memiliki persamaan. Persamaannya yaitu kedua novel tersebut tokoh utamanya adalah seorang wanita muslimah yang memiliki sifat baik hati, pekerja keras, pantang menyerah, ikhlas, dan rela berkorban demi keluarga. Novel-novel  tersebut sama-sama membicarakan mengenai wanita yang ikhlas demi keluarganya. Namun, kedua novel ini memiliki perbedaan pada tokoh utamanya, yaitu pada Novel “ Ronggeng Dukuh Paruk” tokoh utamanya digambarkan sebagai sosok yang cantik, baik hati, ikhlas, dan berasal dari keluarga yang miskin, sedangkan pada Novel “ Bekisar Merah” tokoh utamanya digambarkan sebagai sosok yang cantik, berasal dari keluarga yang sederhana, dan keturunan Jepang dan Pribumi.
c.    Kelebihan dan Kekurangan
1)   Kelebihan
a)    Kisah novel ini tentang nilai kemanusiaan dan penghormatan pada perempuan. Tokoh utama adalah Srintil merupakan simbol tokoh yang dijadikan sebagai semangat keperempuanan yang berjuang untuk keluar dari hitamnya zaman, diman perempuan saat itu harus diperbudak oleh lelaki sebagai memenuhi hawa nafsu dan selalu dikekang dalam memilih kehidupannya sendiri.
b)   Sangat erat dengan HAM, terutama lebih menekankan hak pribadi yang juga harus dimiliki seseorang (terutama perempuan).
c)    Novel ini juga mengajarkan kita untuk selalu sadar dan ingat sejarah. Sejarah dikaji sebagai suatu pedoman arah agar sejarah tak terulang di masa depan.
2)   Kekurangan
a)    Penceritaan yang tertele-tele dengan sisipan suasana desa yang begitu detail namun keluar dari alur cerita, sehingga cerita seolah menjadi tak konsisten dan terlalu jenuh untuk dibaca.
b)   Yang paling kental adalah banyaknya kata-kata yang sangat seronok dan kasar, seperti Asu Buntung, Bajul Buntung, dan sebagainya. Kata-kata seperti itu seharusnya ditiadakan saja.
c)    Karena merupakan novel yang sudah lama maka kertas yang digunakan kurang bagus. Tetapi itu, tidak menggangu kejelasan dari tulisan itu.

4 komentar: